Kamis, 07 Oktober 2021

BIRRUL WALIDAIN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 

BIRRUL WALIDAIN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh : ITTASIL LADUN ADKIYAK
Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. 
Mengajar PAI dan Budi Pekerti di SMPN 1 Ngunut



A.       Pengertian Birrul Walidain

Birrul walidain merupakan amal baik yang memiliki tingkatan yang sangat tinggi. Karena orang tua-lah yang mengasuh, membesarkan, yang mendidik dan yang menghidupi anak_anaknya. Oleh sebab itu seorang anak tidak mampu membalas jasa kedua orang tuanya, baik itu dari segi materi maupun non materi.

Salah satu usaha dalam memperoleh ridha Allah dan rahmat-Nya bagi seorang anak yaitu dengan cara berbakti kepada kedua orang tuanya. Dengan ini dapat dipahami bahwa jika seorang anak ingin dicintai Allah, ingin mendapatkan ridha dan rahmat-Nya, maka seorang anak berkewajiban berbuat baik kepada keduanya dengan menggembirakan hati keduanya.

Dengan demikian birrul walidain merupakan taat, ta’zhim, hormat kepada kedua orang tua, menunaikan hak-haknya serta melakukan hal-hal yang membuat mereka berdua senang dengan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka. Semua ini merupakan suatu ketetapan agama yang harus dilakukan selagi tidak menyangkut hal-hal yang terlarang dalam ketaatan terhadap orang tuanya.

 


B.       Kedudukan Birrul Walidain

Birrul walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat agung dan tinggi, sehingga berbuat baik pada keduanya menempati posisi yang sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat rendah dan hina.

Betapa susah dan payahnya orang tua saat mengandung, mendidik dan memelihara serta mengurusi segala keperluan semasa anaknya belum dewasa, karena itu perintah untuk birrul walidain ditempatkan dalam urutan kedua setelah perintah beribadah kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’/4: 36

 

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

 

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Q.S An-Nisa’: 36)

 

Ayat di atas menunjukkan betapa tingginya kedudukan orang tua, Allah SWT mengurutkan perintah berbuat baik pada kedua orang tua dengan perintah bertauhid. “Berlaku hormat dan khidmat, cinta dan kasih. Inilah yang kedua sesudah taat kepada Allah, sebab dengan perantaraan kedua beliaulah Allah telah memberimu nikmat yang besar, yaitu sempat hidup di dalam dunia ini”. Hal ini menunjukkan betapa agungnya berbuat baik pada kedua orang tua. Sesuatu yang diurutkan dengan perintah bertauhid tentu hal itu sesuatu yang sangat penting.

Anak adalah turunan dari darah orang tua yang terikat jiwa dan raganya. Tak seorang pun dapat mencerai-beraikannya. Ikatan itu terbentuk dalam hubungan dengan emosional antara anak dan orang tua yang tercermin dalam perilaku. Meskipun suatu saat ayah dan ibu sudah bercerai karena suatu sebab, tetapi hubungan antara orang tua dan anak tidak pernah terputus. Bapak tetap orang tua yang wajib dihormati, lebih-lebih lagi ibu yang telah melahirkan dan membesarkan.

Berbakti kepada kedua orang tua lebih didahulukan daripada jihad fii sabilillah. Karena itu, kedudukan birrul walidain lebih didahulukan dari pada amalan yang kedudukannya lebih rendah daripada jihad. Ia lebih didahulukan dari pada bepergian tetapi bukan bepergian yang wajib seperti bepergian untuk menjalankan haji wajib, namun bila bepergian untuk melaksanakan umrah maka berbakti kepada kedua orang tua lebih didahulukan.

Sungguh benar jika sering dikatakan bahwa “kasih orang tua itu sepanjang masa, sementara kasih anak hanya sesaat saja”. Ini bukan hanya sekedar sebuah pepatah yang tak berarti, tetapi sebuah kenyataan yang melukiskan betapa kasih sayang kedua orang tua tidak ada batasannya meskipun pengorbanan yang mereka keluarkan tak akan pernah bisa dibeli dengan materi.

Jika kedua orang tua meridhai anaknya maka hidupnya itu akan menjadi berkah, sebaliknya perbuatan buruk dan perilaku tercela seorang anak terhadap orang tuanya akan mendatangkan malapetaka bagi hidupnya. Sebagai sebuah perintah, taat kepada orang tua adalah sebuah ibadah yang menyimpan banyak pahala. Allah menyediakan surga bagi mereka yang mau berbakti kepada kedua orang tua dan Allah menyediakan tempat penyiksaan khusus yaitu neraka bagi mereka yang durhaka kepada orang tuanya, bukan itu saja kedurhakaan juga akan mengakibatkan kesengsaraan hidup ketika di dunia. Karena itulah menurut Islam, kepatuhan kepada kedua orang tua bersifat wajib.

 


C.    Bentuk-bentuk Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Kecintaan orang tua kepada seorang anak tidak terukur besarnya. Apa yang dilakukan oleh orang tua semuanya semata-mata demi kebaikan anaknya, maka dari itu anak berkewajiban untuk berbakti kepada keduanya. Sebanyak apapun seorang anak berusaha untuk membalas jasa orang tuanya tidak akan mampu seorang anak membalasnya bahkan mengimbangi kebaikan orang tua saja tidak bisa.

Berikut ini adalah bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua:

1.       Berbicaralah kepada kedua orang tua dengan penuh santun, janganlah mengatakan pada keduanya: Ah! Jangan membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia.

2.       Ta’atilah kedua orang tua anda dalam perkara yang bukan berupa kemaksiatan kepada Allah, karena tidak boleh taat kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada Allah.

3.       Lemah lembut terhadap kedua orang tua anda. Janganlah bermuka masam kepada keduanya. Janganlah memandang keduanya dengan pandangan sinis dan marah.

4.       Janganlah duduk di tempat yang lebih tinggi dari keduanya dan janganlah berjalan di hadapannya.

5.       Janganlah pergi bersafar jika keduanya tidak mengizinkan. Walaupun pergi untuk urusan penting. Jika terpaksa pergi maka mintalah maaf kepada keduanya dan janganlah memutuskan hubungan surat-menyurat dengan keduanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Agenda Rutin Remaja Masjid: Bimbingan Membaca Al-Qur’an dan Mengasah Pengetahuan Dasar Tentang SholatLewat Teka Teki Silang Bersama Mahasiswa PPL UIN Tulungangung

  Agenda Rutin Remaja Masjid: Bimbingan Membaca Al-Qur’an dan Mengasah Pengetahuan Dasar Tentang SholatLewat Teka Teki Silang Bersama Mahasi...