TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh : ITTASIL LADUN ADKIYAK
Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil ‘ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 99 Allah berfirman :
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لأَمَنَ مَن فِي اْلأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ {99}
Artinya : “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Yunus, 99)
Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari yang bathil”.
Di bagian lain Allah mengingatkan, dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 64 :
قُلْ
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَآءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا
بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللهِ
فَإِن
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ {64}
Artinya : Katakanlah : "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. 3:64)
Ayat ini mengajak umat beragama
(terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan menghindari perbedaan
demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati. Ayat ini juga mengajak untuk
sama-sama menjunjung tinggi tauhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan
selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi
antar-umat beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’.
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la dengan amat menarik mengemukakan, “Al-khalqu kulluhum ‘iyālullāhi faahabbuhumilahi anfa’uhumli’iyālihi” (“Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).
Selain itu,
hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil
ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan
sayang pula mereka yang di langit kepadamu). Persaudaran universal adalah bentuk
dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya
hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam.
Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerjasama
yang saling menguntungkan serta menegasikan semua keburukan.
Di sini,
saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa
umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka
menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi,
menjadi prinsip yang sangatkuat di dalam Islam.
Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini. Dalam hal ini, Al-Qur’an menyatakan pada surat ar Ruum ayat 30 :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. 30:30)
Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa kalimat itu merujuk pada perjanjian yang disepakati Adam dan keturunannya. Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh kaum Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia, karena semua benih umat manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam. Penegasan Baidhawi sangat relevan jika dikaitkan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang paling dicintai Allah ?’ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran (al-hanîfiyyatussamhah).
Dilihat dari
argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi secara
otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Ini jelas berbeda dengan
gagasan dan praktik toleransi yang ada di barat. Toleransi di barat lahir karena
perang-perang agama pada abad ke-17 telah mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga
nyaris harga manusia jatuh ke titik nadir. Latar belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan
di bidangToleransiAntar-agama yang kemudian meluas ke aspek-aspek kesetaraan manusia
di depan hukum.
Lalu, apa itu
as-samahah (toleransi) ? Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki
karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain :
1. Kerelaan
hati karena kemuliaan dan kedermawanan
2. Kelapangan
dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3. Kelemahlembutan
karena kemudahan
4. Muka
yang ceria karena kegembiraan
5. Rendah
diri di hadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6. Mudah
dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
7. Menggampangkan
dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8. Terikat
dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.
Dasar-dasar
al-Sunnah (HadisNabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam
Islam itu sangat komprehensif dan serba meliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi,
karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi
bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan
pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep
Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk
melakukan mu’amalah (hablumminannas) yang ditopang oleh kaitan spiritual
kokoh(hablumminallāh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar