KHUTBAH JUM’AT MASJID BAITUL MUTTAQIEN
SMPN 1 NGUNUT
JUM’AT 21 SEPTEMBER 2018
KHATIB : H. SIPUR, S.Pd
Tema : BICARA TANPA PAHALA
Waktu
adalah modal untuk melakukan amal sholih. Orang yang mengerti
hakikat ini, maka dia tidak akan menggunakannya kecuali untuk perkara yang
bermanfaat. Dia akan berusaha memanfaatkan segala potensi diri untuk
mendapatkan pahala sebanyak mungkin. Diantara yang bisa mudah dimanfaatkan
untuk menabung bekal disisi Allah ‘Azza wa Jalla adalah lidah. Dengan
lidah, seseorang bisa berdzikir dan saling nasehat-menasehati sehingga meraih
banyak pahala. Namun sebaliknya, lidah
juga bisa mengakibatkan dosa dan menyeret seseorang ke neraka, jika tidak
dimanfaatkan untuk kebaikan. Kesadaran seseorang terhadap fungsi dan bahaya
lisan ini akan mendorong dirinya untuk menjaga lidah, tidak berbicara kecuali
yang bermanfaat.
Berikut khotib nukilkan beberapa bencana
yang dapat ditimbulkan oleh lidah. Dengan harapan agar kita menjauhinya setelah
kita memahaminya. Karena kita tidak akan bisa menghindarinya kalau kita belum
mengetahui berbagai bencana ini. Di antara bencana-bencana itu adalah :
Pertama: Membicarakan sesuatu
yang tidak bermanfaat.
Nabi
Muhammad ﷺ bersabda, “Sesungguhnya di antara kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan perkara yang
tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi).
Sesuatu yang tidak bermanfaat itu, bisa
berupa perkataan atau perbuatan; perkara yang haram, atau makruh, atau perkara
mubah yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, supaya terhindar dari bahaya
lisan yang pertama ini, hendaklah seseorang selalu megatakan sesuatu yang
mengandung kebaikan. Jika tidak bisa, hendaknya diam. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia mengucapkan
sesuatu yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Walaupun
ini berat, namun seyogyanya seorang hamba yang ingin selamat di akhirat agar
selalu berusaha untuk melakukannya.
Kedua: Berdebat dengan
cara batil atau tanpa ilmu.
Nabi
ﷺ bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling dimurkai oleh Allah adalah orang
yang selalu mendebat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Mendebat dalam hadits ini maksudnya
adalah mendebat dengan cara batil atau tanpa ilmu. Sedangkan orang yang berada
di pihak yang benar, sebaiknya dia juga menghindari perdebatan. Karena debat
itu akan membangkitkan emosi, mengobarkan kemurkaan, menyebabkan dendam, dan
mencela orang lain. Nabi ﷺ bersabda, “Saya memberikan jaminan rumah di
pinggiran surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang
benar. Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang
meningalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di
surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya. (HR. Abu Dawud).
Mengingkari
kemungkaran dan menjelaskan kebenaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Jika
penjelasan itu diterima, itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka
hendaklah dia meninggalkan perdebatan. Ini dalam masalah agama, apalagi dalam urusan dunia,
maka tidak ada alasan untuk berdebat.
Ketiga: Banyak berbicara,
suka mengganggu dan sombong. Masalah-masalah ini dijelaskan oleh Nabi ﷺdengan
sabda beliau : “Sesungguhnya termasuk
orang yang paling kucintai di antara kamu dan paling dekat tempat duduknya
denganku pada hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaqnya di
antara kamu. Dan sesungguhnya orang yang paling kubenci di antara kamu dan
paling jauh tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang yang banyak
bicara, orang yang biasa mengganggu orang lain, dan orang-orang yg sombong.
Imam Ibnul Atsir rahimahullah
menjelaskan orang-orang yang banyak bicara maksudnya berbicara dengan
memaksakan diri dan keluar dari kebenaran. atau juga orang-orang yang berbicara
panjang lebar tanpa hati-hati. Atau juga orang yang mengolok-olok orang lain
dengan mencibirkan bibir kearah mereka”.
Keempat: Mengucapkan perkataan
keji, jorok, celaan, dan semacamnya.
Semua
hal ini tercela dan terlarang. Nabi ﷺ bersabda, “Seorang mukmin bukanlah orang
yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan orang yang keji
(buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya.” (HR. Tirmidzi, ).
Keji dan jorok adalah mengungkapkan perkara-perkara
yang dianggap tabu dengan kata-kata gamblang. Biasanya tentang lafazh-lafazh
jima’ dan yang berkaitan dengannya. Orang-orang yang sopan akan menjauhi
ungkapan-ungkapan itu dan mengunakan
kata-kata sindiran, sebagaimana dicontohkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya ﷺ. Betapa banyak perkataan keji dan jorok tersebar di
zaman ini, di koran-koran, majalah-majalah, buku-buku, novel-novel, radio, HP,
atau lainnya. Bahkan ada perkara yang lebih buruk dan lebih keji dari sekedar
ucapan !! Namun yang bisa merasakan keburukannya adalah orang-orang yang
hatinya masih hidup. Sedangkan orang yang hatinya sakit atau mati, maka dia
tidak akan merasakan keburukannya, bahkan mungkin sebaliknya, dia akan merasa
nikmat. Sebagaimana luka yang hanya dirasakan oleh orang yang masih hidup,
sedangkan orang yang mati, dia tidak akan merasakan sakit akibat luka.
Kelima: Keterlaluan dalam
bercanda.
Yaitu
semua waktunya digunakan untuk bercanda dan membuat orang tertawa. Sesungguhnya
banyak canda akan menjatuhkan wibawa, menyebabkan dendam dan permusuhan, serta
mematikan hati. Nabi ﷺ bersabda,
“Janganlah
kamu memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu akan mematikan
hati.” (HR. Ibnu Majah). Apalagi jika banyak bercanda ini ditambahi dusta, maka
jelas akan lebih berbahaya. Nabi ﷺ memperingatkan dengan sabda beliau “Kecelakaan bagi orang yang menceritakan
suatu, lalu dia berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya
!.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
Namun
jika canda itu dilakukan kadang-kadang dan dengan perkataan yang benar serta
dilakukan kepada orang-orang yang membutuhkannya, seperti anak-anak, wanita,
sebagian orang laki-laki, sebagaimana canda Nabi ﷺ, maka hal itu tidak mengapa.
Karena canda akan menyenangkan hati dan menyegarkan suasana. Sebagian ulama
menyatakan bahwa canda dalam perkataan itu seperti garam dalam makanan.