PEMAAF
Khatib : Mujiono, M.Pd.I
Ditulis ulang oleh : Reyhan
Adivara Maulana
Kelas : IX A
(Anggota Remaja Masjid)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Kaum Muslimin sidang Jum’at rahimakumullah Terlebih dahulu marilah kita senantiasa memanjatkan puji
syukur ke hadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan kenikmatan. Satu
kenikmatan yang sedang kita rasakan adalah nikmat sehat, nikmat sempat dan
nikmat dapat melaksanankan salah satu kewajiban seorang muslimin yaitu
melaksanakan ibadah sholat jum’at. Mudah-mudahan apa yang sudah kita lakukan
dan yang akan kita lakukan senantiasa mendapat hidayah dan taufiq serta ridha
dari Allah SWT. Amin,
Selanjutnya saya sebagai khatib mengajak kepada para
jamaah, marilah pada kesempatan yang bahagia ini kita juga senantiasa
meningkatkan taqwa kita kepada Allah, taqwa dalam melaksanakan apa-apa yang
diperintahkan-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya. Mudah-mudahan dengan
bekal taqwa inilah apa yang menjadi cita-cita hidup kita, akan mendapat
hidayah, taufiq serta ridha dan diterima oleh Allah sebagai amal shalih yang
nantinya akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Kaum muslimin sidang Jum’at
rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah pada hari ini, khatib juga ingin
menyampaikan tema/judul khutbah yaitu “PEMAAF”. Mengapa tema ini kami angkat ?
Kalau kita melihat, para politis, para ekonom
dan orang-orang yang mempunyai kepentingan baik untuk pribadi maupun golongan,
baik itu dalam bentuk meraih jabatan ataupun mencari popularitas tidaklah
sedikit bahwa perkataannya kadang kadang
menjadikan telinga kita ini menjadi panas atau memunculkan pro dan kontra.
Kaum muslimin sidang Jum’at
rahimakumullah
Untuk itu kami mengajak para jama’ah Jum’ah,
marilah kita menengok sejenak dan mengingat kembali serta merenungkan konsep-konsep
“pemaaf” atau saling memaafkan satu dengan yang lain termaktub dalam Al-Qur’an
maupun konsep Rasulullah di dalam hadisnya yang
berkaitan dengan pemaaf.
Pengertian pemaaf. Pemaaf adalah sikap memberi maaf
terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit rasa benci dan keinginan untuk
membalas. Dalam bahasa arab sifat pemaaf disebut dengan al-‘afwu yang berarti kelebihan atau yang berlebih, sebagaimana
firman Allah yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 219
yang artinya : “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang berlebih dari keperluannya.” (QS
Al-Baqarah 2:219)
Dari ayat Al-Quran di atas dapat diambil satu analisa
bahwa sesuatu yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Sehingga kata al-‘afwu dalam kata diatas kemudian
berkembang maknanya menjadi menghapus. Dalam konteks bahasa memaafkan berarti
menghapus luka atau bekas luka yang ada di dalam
hati.
Sifat pemaaf adalah salah satu dari manifestasi
ketaqwaan kepada Allah SWT sebagaimana dalam Firman-Nya :
yang artinya : “Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang,
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebijakan” (Ali Imran
3:133-134)
Kaum muslimin sidang Jum’at rahimakumullah.
Dari ayat Al-Quran diatas dapat diambil satu penegasan
bahwa Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain
tanpa harus menunggu permohonan maaf dinyatakan dari yang bersalah. Menurut M.
Quraish Shihab, tidak ditemukan satu ayat pun yang menganjurkan kita untuk
meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah memberi maaf.
Sekalipun orang yang bersalah telah menyadari
kesalahannya dan berniat untuk minta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami
hambatan psikologis untuk mengajukan permintaan maaf. Apalagi bagi orang-orang
yang merasa status sosialnya lebih tinggi daripada orang yang akan dimintai
maaf itu. Misalnya seorang pemimpin kepada rakyatnya, seorang bapak pada
ayahnya, seorang manajer kepada karyawannya , atau yang lebih tua kepada yang
lebih muda. Barangkali itulah salah satu hikmahnya, kenapa Allah memerintahkan
kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf.
Berkaitan dengan beberapa pengertian tentang maaf
tersebut kita juga harus memberi keseimbangan dalam bentuk-bentuk lain yang
dapat memperkokoh perbuatan memberi maaf, antara lain adalah lapang dada.
Tindakan memberi maaf sebaiknya diikuti dengan tindakan
berlapang dada. Di dalam beberapa ayat Al-Quran permintaan memaafkan diikuti
dengan perintah berlapang dada, Antaranya :
“Maafkanlah mereka dan berlapang dadalah,
sesungguhnya Allah senang kepada orang orang yang berbuat kebajikan (terhadap
yang melakukan kesalahan kepadamu)” (Al-Maidah 5:13)
Dalam firmannya yang lain adalah surat An-Nur :
yang artinya:
“Hendaklah
mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah?” (An-Nur
24:22)
Untuk lebih memahami
maksud lapang dada ada baiknya ditinjau kebahasaan. Berlapang dada dalam bahasa
arab disebut ash-shafu yang secara etimologis berarti lapang. Dari sini ash-shafu dapat
diartikan kelapangan dada. Ibarat menulis di selembar
kertas, jika terjadi kesalahan tulis, kesalahan itu dapat dihapus dengan alat
hapus tentu akan meninggalkan bekas, bahkan kertas tersebut akan terlihat
kusut. Supaya lebih baik dan lebih rapi, sebaiknya diganti saja kertasnya
dengan lembaran baru.
Menghapus kesalahan itulah yang disebut memaafkan,
sedangkan berlapang dada ialah menukar lembaran yang salah dengan lembaran yang
baru sama sekali. Jadi berlapang dada menuntut seseorang untuk membuka lembaran
baru hingga sedikitpun hubungan tidak ternodai, tidak kusut dan tidak seperti
halaman yang telah dihapus kesalahannya.
Demikianlah Khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan ada
manfaatnya dan dapat dijadikan bahan renungan serta bahan evaluasi kita
bersama.
KHUTBAH
KEDUA
Ma’asriyal muslimin rahimakumullah.
Pada khutbah kedua ini kami tidak akan menyimpulkan
materi khutbah yang sudah disampaikan pada khutbah yang pertama, tetapi saya
ber-khusnudzan kepada para
jamaah bahwa apa-apa yang sudah saya saya sampaikan bisa memilah dan memilih
mana yang baik dan bermanfaat serta mana yang tidak baik dan tidak bermanfaat.
Yang baik tentunya kita lestarikan dan sebaliknya yang tidak, harus kita jauhkan dengan semaksimal mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar