Pertemuan rutin Remaja Masjid Baitul Muttaqien kali ini, Jumat 17 Februari 2017 diisi oleh kelompok 3 yaitu kelompok kelas 8C-8I putri ditambah kelas 7 putri
Pembawa acara : Syekha Vivi Alaiya kelas 8GPembacaan ayat suci Al Quran dibawakan oleh Puput Nuril Firdaus kelas 8I
Pembinaan dari bpk Slamet Pitoyo S.Pd
Kultum disampaikan oleh ANNISA' NOOR FADILLAH kelas 7A
Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham (seorang
ulama, juga dikenal dengan Abu Ishaq) didatangi oleh seorang lelaki. Lelaki
yang bernama Jahdar bin Rabiah itu pun berkata, “Yaa Abu Ishaq, aku adalah
seorang yang gemar berbuat maksiat. Tolong nasehati aku agar dapat
menghentikannya.”
Ibrahim pun merenung sejenak, lalu berkata,
“Baik.. Kamu boleh melakukan maksiat.. Asalkan kamu mampu
melaksanakan kelima syarat berikut.” Mendengar jawaban
tersebut, Jahdar pun merasa gembira dan penasaran untuk segera mengetahui syarat-syarat
untuk berbuat maksiat tersebut.
“Syarat
pertama. Jika kamu ingin berbuat maksiat, maka bersembunyilah.
Carilah tempat di mana Allah SWT tidak bisa melihat perbuatanmu itu.“, kata Ibrahim bin Adham.
Jahdar pun berkomentar, ” Subhanallaah, nasihat
macam apa ini. Bagaimana bisa aku bersembunyi dari Allah sedangkan Allah Maha
Melihat dan Mengetahui apapun yang nampak maupun yang tidak.”
Ibrahim berkata, “Apakah kamu tidak malu berbuat
maksiat sedangkan Allah selalu melihat apa yang kamu perbuat itu?!”
Lelaki itu terdiam, lalu bertanya, “Apa syarat
kedua, Yaa Abu Ishaq..”
“Syarat
kedua. Jika kamu ingin berbuat maksiat kepada Allah SWT, jangan lakukan di atas
bumi-Nya.”
Jahdar pun kaget lagi, ” Subhanallaah, lalu di
mana aku bisa berbuat maksiat, bukankah semua alam semesta dan isinya adalah
milik Allah?!”
Ibrahimpun menjawab, ” Ya, kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi (QS Al-Baqarah ayat 284). Lalu, apakah kamu tidak malu tinggal di atas bumi-Nya padahal kamu berbuat maksiat kepada-Nya.”
Jahdar lalu bertanya lagi, “Baiklah. Apa syarat selanjutnya?”
Ibrahimpun menjawab, ” Ya, kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi (QS Al-Baqarah ayat 284). Lalu, apakah kamu tidak malu tinggal di atas bumi-Nya padahal kamu berbuat maksiat kepada-Nya.”
Jahdar lalu bertanya lagi, “Baiklah. Apa syarat selanjutnya?”
“Syarat
ketiga. Jika kau ingin berbuat maksiat, janganlah kau makan dari rizki Allah.”
Lelaki itu menjawab, “Subhanallaah, bagaimana aku
bisa hidup sedangkan semua nikmat yang selama ini aku rasakan berasal dari
Allah?!”
Ibrahim berkata “Subhanallaah. Jika kamu telah mengetahuinya, apakah kamu masih pantas menerima rizki dari Allah sedangkan kamu melanggar perintah-Nya.”
“Kau benar Abu Ishaq, lalu apa lagi?”
Ibrahim berkata “Subhanallaah. Jika kamu telah mengetahuinya, apakah kamu masih pantas menerima rizki dari Allah sedangkan kamu melanggar perintah-Nya.”
“Kau benar Abu Ishaq, lalu apa lagi?”
“Syarat
keempat. Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa
engkau belum siap mati dan ingin bertobat dan melakukan amal shaleh terlebih
dahulu.”
Si Jahdar termenung dan berkata, “Mana mungkin
malaikat maut akan mengabulkannya..”
Abu Ishaq menjelaskan, “Subhanallaah. Yaa Jahdar, bila kau tidak sanggup menunda kematianmu, lalu dengan bagaimana kau akan menghindari dari murka Allah sedangkan kamu telah berbuat maksiat?!”
Abu Ishaq menjelaskan, “Subhanallaah. Yaa Jahdar, bila kau tidak sanggup menunda kematianmu, lalu dengan bagaimana kau akan menghindari dari murka Allah sedangkan kamu telah berbuat maksiat?!”
Lelaki itu tampaknya mulai menyadari perbuatannya
dan akhirnya bertanya lagi, “Saya mengerti, lalu apakah syarat yang terakhir?”
“Syarat
kelima. Jika kamu akan digiring oleh malaikat ke neraka di hari kiamat nanti,
maka kamu jangan mengikutinya.”,
kata Ibrahim.
Lelaki itu menjawab, “Mana bisa aku menolak dimasukkan ke neraka?!”
Ibrahim pun bertanya, “Subhanalaah, lalu bagaimana lagi kamu akan melindungi dirimu kelak di akhirat?!”
Lelaki itu menjawab, “Mana bisa aku menolak dimasukkan ke neraka?!”
Ibrahim pun bertanya, “Subhanalaah, lalu bagaimana lagi kamu akan melindungi dirimu kelak di akhirat?!”
Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya.
Ia menangis terisak-isak penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia
berkata, “Cukup…cukup ya Abu Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup
lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar meninggalkan
maksiat dan bertaubat nasuha kepada Allah.”
Jahdar memang menepati janjinya. Sejak
pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai
menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyu’
Semoga kisah ini bermanfaat untuk kita semua.